Orang Laut (Suku Laut Penghuni Asli Batam
Suku Laut merupakan suatu etnis atau suku bangsa yang terdapat di wilayah Kepulauan Riau. Mereka hidup di atas perahu yang disebut Kajang dan selalu berpindah-pindah tergantung kepada iklim dan musim.
Mereka bukan nelayan umumnya yang saat malam pergi melaut dan saat siang datang, pulang kembali ke daratan. Mereka adalah nelayan yang 'pantang' pulang ke daratan. Setiap jengkal hidup mereka habiskan di laut. Sejak fajar menyingsing hingga matahari menghilang di ujung timur cakrawala. Mulai dari makan hingga minum. Mulai dari terbangun hingga terlelap. Bahkan untuk bercinta dan melahirkan sekalipun, mereka lakukan di atas laut. Di dalam sampan yang mereka namakan Kajang.
Seperti inilah Suku Laut menjalani hidup dan kehidupan. Di atas laut yang luas dan terbuka.
Bagi suku laut, laut telah menjadi takdir. Sesuatu yang sepertinya mutlak harus mereka terima sebagai sebuah kehidupan. Hampir semua kehidupan mereka tak terpisahkan dari laut. Air laut yang asin, anyir bangkai ikan, ombak, bakau, serta sinar matahari yang membakar adalah sesuatu yang mereka telan setiap hari. Suku laut dan laut telah menjadi sebuah kesetiaan. Tidak terpisahkan.
Dari laut lah Suku Laut mengais hidup. Saat malam bergerak naik, dan air laut mulai surut, mereka mulai menyulut lampu petromak. Begitu lampu menyala terang, dengan hanya berbekal dayung dan tombak, mereka bergerak menuju tengah lautan. Berburu sotong atau cumi-cumi, Ikan Ribam, Nos, Pari atau jika beruntung bisa membawa pulang duyung.
ORANG LAUT (Suku Pejuang)
Pada masa lalu, orang laut dianggap sebagai bajak laut / lanun (perampok di lautan) oleh Belanda atau Portugis yang sangat membenci orang laut karena dianggap selalu mengganggu pelayaran mereka.
“Pada masa Sriwijaya, orang laut itu marinirnya Sriwijaya. bukan bajak laut, tapi pejuang di laut,”
Kemudian, setelah Sriwijaya hilang, orang laut tetap ada dengan menerapkan konsep bahari di kehidupan mereka. Mereka hidup dengan bergantung pada lautan.
Namun, Belanda dan Portugis kemudian mengganggu keberadaan mereka. Sehingga, orang laut ini kemudian terdesak dan berbalik menyerang Belanda dan Portugis.
“Kemudian, oleh Belanda dan Portugis, mereka dianggap pengganggu, dan di cap lanun laut. Padahal, Belanda dan Portugis-lah yang mengganggu kehidupan orang laut,”
Lanjutkan Membaca ...
https://www.facebook.com/notes/edie-nurdy-batam/orang-laut-suku-laut-penghuni-asli-batam/3048834028351/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar